KORLANTAS POLRI – Hadiri kedua pelaksanaan Rakernis Fungsi Gakkum Korlantas Polri yang diadakan di Hotel Singhasari Convension Hall, Kota Batu, Jawa Timur, menggelar diskusi terkait kebijakan dan aturan lalu lintas dan angkutan jalan yang dihadiri oleh Pakar Transportasi dari Universitas Indonesia Ir. Tri Tjahjono, M.Sc., PhD. Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada, Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si. serta Prof. Markus yang memberikan masukan terkait penegakan hukum lalu lintas. Kamis 1/12/2022.
Tri Tjahjono mengatakan bahwa tahun 2022 ini seharusnya semakin tegas peranan dari semua pemangku kepentingan, karena ada peraturan Presiden No.1 tahun 2002 Tentang RUNK LLAJ.
“Kalau sebelumnya instruksi Presiden, sekarang sudah Peraturan Presiden. Berarti semua stakeholder harus menganggarkan tentang keselamatan lalu lintas angkutan jalan. Lalu pemerintah juga bertanggungjawab secara teknis penyediaan dana untuk penyelenggaraan keselamatan lalu lintas angkutan jalan,” ucap Tri.
Tri melihat peranan menjaga keselamatan ini timbal balik, tidak mungkin keselamatan itu muncul apabila infrastruktur itu buruk, kendaraannya buruk dan lingkungannya buruk. Di pihak yang lain tidak mungkin tetap keselamatan bisa terselenggara kalau perilaku manusianya juga buruk.
“Makanya keselamatan lalu lintas angkutan jalan itu tindakan puratif dan preventif yang harus dijalankan semua pemangku kepentingan.
Sebagai contoh jalan berlubang seyogyanya harus cepat ditangani. Dan bila terpaksa kecepatannya perlu dituruni dengan rambu sementara, itu sudah harus, wajib,” sebut Tri.
Tri mengutarakan bahwa di lain pihak juga harus melakukan upaya-upaya penegakan hukum yang terukur, agar efek furatif, dan preventif pengguna jalan bisa terselenggara dengan baik.
Smart City yang saat ini menjadi fenomena pembangunan kota digitalisasi, Tri menyebut bahwa ini menjadi tantangan, karena Kapolri menyatakan tidak boleh tilang langsung di jalan.
“Saya kira tantangan ini justru membuktikan Smart City atau Teknologi harus diciptakan secepatnya. Jadi ini menjadi tantangan yang paling besar, bukan hanya ETLE saja, tetapi semua kegiatan secara terukur ada teknologinya,” sambung Tri.
Tri melihat Korlantas sudah memulai bersama beberapa Ditlantas juga sudah melakukan dengan strategi beberapa ETLE, tetapi belum secara terkoordinasi agoritmanya, atau bagaimana prosesnya itu bisa terselenggara dengan terukur, termasuk juga dengan stakeholder lainnya.
“Seperti apakah ETLE harus disediakan oleh Korlantas cameranya atau pemerintah daerah? Didalam RUNK LLAJ yang sekarang itu bisa kita diskusikan bersama dengan pemerintah daerah, karena tanggungjawab pemerintah daerah ketika ada etle dipersimpangan itu bukan saja hanya pengaturan pergerakan yang dikaitkan dengan fungsi dinas perhubunganya, tetapi bisa disharing untuk dilakukan penegakan hukum berbasis digital. Ini yang paling penting.
Jadi saya kira tidak mungkin Korlantas menyediakan seluruh jaringan jalan di Indonesia ETLE, tapi membantu pemerintah daerah sebagai pendorong untuk mengawali itu perlu dilakukan,” imbuh Tri.
Tri berpesan bahwa perkembangan digitalisasi tidak bisa dihindari. Jadi Korlantas harus merekrut talenta muda untuk masuk ke sini.
“Bintara-bintara sekarang pendidikannya bukan sekedar lari dan fisik tetapi harus mampu memahami digitalisasi, smart city dan bagaimana fungsi dan tugasnya,” tutup Tri.