KORLANTAS POLRI – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada, Prof. Markus melihat pelanggar lalu lintas dari unsur pidana bisa dilakukan, khususnya terkait kecelakaan lalu lintas akibat jalan rusak. Hal ini dikatakan saat diskusi Rakernis Fungsi Gakkum terkait kebijakan dan aturan lalu lintas dan angkutan jalan demi keselamatan, yang diadakan di Hotel Singhasari, Kota Batu, Jawa Timur. Kamis 1/12/2022.
“Penegakan hukum itu merupakan mobilisasi norma agar nilai-nilai yang terkandung dalam kaidah itu menjadi manifest. Maka penegakan hukum tidak hanya sebatas pada penindakan dalam pengertian membawa perkara itu pada proses pengadilan, tetapi bagaimana kemudian nilai-nilai yang itu menjadi nyata dapat dirasakan oleh masyarakat para pencari keadilan,” sebut Markus.
Dari hal tersebut, Markus melihat ada konteks tanggungjawab penyelenggara jalan, tanggungjawab aparat penegak hukum yang bertugas di jalan, kemudian tanggungjawab terhadap laik jalan. Itu semua merupakan satu tuntutan yang harus diwujudkan agar rasa keadilan masyarakat itu bisa terpenuhi. Maka kemudian kita melihat adanya kecelakaan lalu lintas atau tindak pidana lalu lintas karena tindak pidana jalan rusak itu tidak bisa semata-mata menjadi tanggungjawab dari pelaku pemgendara itu sendiri, tetapi juga bisa jadi itu termasuk dari penyelenggara jalan itu juga perlu dipertanggungjawabkan. Nah dalam pertanggungjawaban dalam konteks mobilisasi normal agar menjadi nilai nilai yang ada kaidah itu menjadi manifest itu tidak hanya pertanggungjawaban pidana tapi bisa juga pertanggungjawaban perdata.
“Misalnya terdapat kerugian materiil bagi pengendara jalan, jadi penyelenggara jalan harus juga bertanggungjawab kerugian materiil yang diderita,” jelas Markus.
Fungsi kelaikan jalan juga sudah diuji terlebih dahulu oleh semua pemangku kepentingan, disini juga terdapat polisi lalu lintas sebagai tim dalam menentukan jalan itu laik atau tidak. Dalam konteks yang demikian polisi juga harus peka, kalau ada jalan rusak itu membahayakan harus segera diantisipasi sampaikan kepada penyelenggara jalan.
“Jalan rusak yang belum bisa diperbaiki segera, dalam UU itu sudah diatur harus diberi tanda. Jadi kalau belum sempat diperbaiki harus diberi tanda supaya itu menjadi perhatian bagi para pengendara, sehingga tidak terjadi kecelakaan,” terang Markus.
Markus menyebut sekalipun menurut UU kealfaan dari pihak lain tidak menghapus pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku delik.
“Misalnya, jalan daerah itu bisa dimintai pertanggungjawaban kalau kondisi jalan rusak, harus segera mengantisipasi itu. Minimal harus diberi tanda supaya masyarakat tahu. Kalau tidak segera dilakukan secara hukum itu patut dipersalahkan,” ungkap Markus.