Beranda Artikel Seni Menggambar Ngruwet Ngudari Mumet

Seni Menggambar Ngruwet Ngudari Mumet

oleh korlantas

Ngruwet Ngudari Mumet merupakan analogi dari menggambar dapat mengurai dan menyembuhkan kepusingan menghadapi permasalahan hidup. Singkat kata: “seni merupakan solusi atas kepenatan hidup”.

Seni iku semlempit mlempit, seni ada di semua lini kehidupan. Sadar atau tidak setiap manusia memiliki energi atau produk kesenian. Hanya saja kurang atau bahkan tidak memiliki kepercayaan diri, termasuk saya.

Dari kecil kampung di mana saya tinggal, hampir setiap rumah menempel lukisan pemandangan entah dari mana. Ada yang lukisan perkelahian dengan macan ala Raden Saleh. Ada yang memasang lukisan kaca dengan tulisan Sugeng Rawuh (Selamat Datang). Ada yang masang lukisan pangeran Diponegoro sedang menunggang kuda. Ada yang memasang lukisan potret dengan konte (hitam putih). Ada yang memasang lukisan still life (buah buahan). Ada yang memasang lukisan Jaka Tarub ala Basoeki Abdulah. Masih banyak lagi gambar gambar yang dipajang di rumah rumah saudara maupun tetangga saya.

Model Realis atau setidakmya dekoratif gambar-gambar yang dipasang atau yang dianggap baik. Kalau tidak salah kelas 4 SD saya mendapat guntingan majalah yang saya juga lupa majalah apa, “gambar” di depan kelambu terbuka yang ditulis sebagai salah satu karya terbaik S Sudjojono.

Potongan gambar itu menyentuh hati saya, dan saya tunjukkan di kelas. Apa kata teman-teman saya? “nek sing terbaik koyo ngono njur sing elek koyo opo?”. Semua tertawa terbahak-bahak. Saya diam saja tanpa mampu membantah.

Dari kecil saya sudah dikenalkan sketsa-sketsa karya-karya Old Master dari buku yang diberikan oleh bapak saya. Yang saya masih ingat antara lain: potret diri Leonardo da Vinci, juga ada study menggambar tangan dan study wajah wanita. Dari karya Michelangelo: kepala orang yang sekarat, kebangkitan Yesus Kristus, study Libyan Sibyl. Karya Raphael: potret diri, St George and the Dragon, Maria dan Kanak-Kanak Yesus. Albrech Durer: potret diri ketika usia 13 th, potret ibunya, gambar rumput liar. Paul Pieter Rubens: wajah anak kecil (mungkin anaknya). Rembrand van Rijn: Saskia menggendong anaknya, Anak yang Hilang, Singa. Tintoreto: belajar memanah. Anthony Wateau: wajah orang afrika. Corot: pemandangan. Gerigault: sorang prajruit Afrika. Nicolas Paussin: pemandangan. Boticely Bunda Maria dan Kanak-Kanak Yesus. Andrea Mantegna: Yesus yang diturunkan dari Salib. Fransisco De Goya: potret maya, penembakan bulan Mei. Masih banyak lagi yang sangat menginspirasi saya terus membuat sket. Pada saat ikut Sanggar Sungging Purbangkoro bersa Agus Priayatno di bawah asuhan Bapak Barkah Suripto, sket menjadi yang pertama dan utama.

Setiap datang langsung dituntun ke luar Musium Sudirman, untuk on the spot. Menangkap apa saja atas hidup dan kehidupan yang ada di sekitar kita.

Setiap orang mempunyai kemampuan menggambar, hanya saja takut dibuly teman-teman yang toxic (ngemdhas-ngendhasi), tidak pernah berkarya hanya mencela saja. Demikian juga guru atau orang tua yang mengatakan tidak berbakat. Pemahaman seni yang kurang atau mungkin tingkat apresiasi seninya yang sangat minim. Tatkala ada anak baru mulai menggambar sudah dipatahkan dihakimi dengan tidak betbakat.

Nasihat Pelukis Nashar :” bongkarlah sekat bakat atau tidak berbakat “. Pak Tino Sidin senantiasa memotivasi :” ya bagus”, ” jangan takut-takut “.

Benar salah, baik buruk, laku atau tidak menjadi kasta bagi seni khususnya menggambar. Bisa dibayangkan bagaimana Vincent Van Gogh semasa hidupnya hanya satu karya yang laku. Tidak ada yang tertarik dengan lukisanya. Bagaimana karya impresif Claude Monet yang dikatakan lebih baik dari dasaran cat. Itu disampaikan oleh kurator hebat dan dipublikasikan. Banyak contoh lain pelukis atau seniman hebat yang berani menembus sekat bakat atau tidak berbakat. Beberapa hari yang lalu saya melihat tayangan video di Youtube:” money kill art”. Saya jadi tertegun. Benar juga ya. Tetapi seniman juga butuh uang untuk hidup.

Pelukis Affandi mengalami hal sama, beberapa hari untuk mencari makan dan menghidupi anak istrinya, namun tetap ada hari bagi idealisme seninya ditumbuh kembangkan. Seni ada di mana-mana, semlempit mlempit, terselip selip dalam hidup kehidupan. Sifat dan perilaku toxiclah yang membutakan mematikan dengan clometannya yang sama sekali tidak membangun karena sebatas ngendhas ngendhasi. Nyangkem tanpo solusi.

Di bulan menggambar kita semarakan semangat berkesenian dengan apa saja semampu kita dengan memberdayakan yang ada. Dari yang biasa-biasa akan menjadi yang luar biasa. Michelangelo mengatakan:” setiap balok batu ada patung di dalamnya “. Demikian juga setiap manusia ada seni didalamnya.

CDL

Brigjen Pol Chryshnanda Dwi Laksana

Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri

Fajar Tegal Parang 130522

Related Articles